Showing posts with label Ilmuwan Muslim Pelopor Sains. Show all posts
Showing posts with label Ilmuwan Muslim Pelopor Sains. Show all posts

Wednesday, January 6, 2021

3. Al-Farazi



Al-Farazi (wafat pada tahun 790 M) adalah perintis alat astrolab planisferis yaitu mesin hitung analog pertama, sebagai alat bantu astronomi menghitung waktu terbit dan tenggelam serta titik kulminasi matahari dan bintang serta benda langit lainnya pada waktu tertentu. 

Monday, January 4, 2021

2. Al-Farghani


Abu al-Abbas Ahmad ibnu Muhammad ibnu Kathir al-Farghani atau Al-Farghani atau yang dikenal di Barat dengan nama Alfraganus (wafat pada tahun 870 M) adalah ilmuwan muslim yang mengarang buku tentang pergerakkan benda-benda langit dan ilmu astronomi yang ilmunya kemudian dipakai oleh Dante beratus tahun kemudian. Bukunya yang berjudul Kitab fi Jawami Ilm al-Nujum (A Compendium of the Science of the Stars) ditulis pada tahun 833 M diterjemahkan ke bahasa Latin pada abad ke-12 dan sangat terkenal di Eropa. Di abad ke-15, Christopher Columbus menggunakan buku ini sebagai panduan dalam perjalanannya menemukan Amerika. 


1. Tsabit bin Qurrah



Abu’l Hasan Tsabit bin Qurra’ bin Marwan al-Sabi al-Harrani, (826-901 M) adalah seorang astronom dan matematikawan dari Arab, dan dikenal pula sebagai Thebit dalam bahasa Latin. Tsabit lahir di kota Harran, Turki. Ia menempuh pendidikan di Baitul Hikmah di Baghdad atas ajakan Muhammad ibnu Musa ibnu Shakir. Tsabit menerjemahkan buku Euclid yang berjudul Elements dan buku Ptolemy yang berjudul Geograpia. 


Monday, December 28, 2020

13. Al-Balkhi



Abu Zaid Ahmad ibnu Sahl al-Balkhi atau yang lebih dikenal dengan Al-Balkhi adalah ilmuwan muslim Persia yang menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti matematika, geografi, psikologi dan kedokteran. Ia dilahirkan di tahun 850 M di Shamistiyan, di Provinsi Balkh, Khorasan (saat ini Afghanistan) dan meninggal pada tahun 935 M. Ia merupakan murid Al-Kindi.

Dalam Kitab Al-Fihrist, Ibnu Nadim menyebutkan bahwa Al-Balkhi memiliki 41 karya dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantaranya bidang ’Ulum Al-Qur’an, kalam, matematika, kedokteran, psikologi, perbandingan agama, politik, sejarah, linguistik, astronomi, sastra dan filsafat. Namun dari semua karyanya yang masih tersisa adalah Kitab Suwar al-Aqalim di bidang geografi dan Kitab Masalih al-Abdan Wa’l Anfus di bidang psikologi.

Al-Balkhi adalah intelektual muslim yang memperkenalkan psikologi Islam dan neuroscience, yakni cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan anatomi, fisiologi, biokimia, atau biologi molekul jaringan saraf, khususnya yang berkaitan langsung dengan perilaku pengetahuan.

Di samping itu, ia juga terkenal sebagai tokoh yang pertama kali menemukan psikologi kognitif dan medis (cognitive and medical psychology). Dialah orang yang pertama kali membedakan antara sakit saraf (neurosis) dan sakit jiwa (psychosis), serta orang yang pertama kali mengklasifikasikan gangguan saraf (neurotic disorders) dan perintis terapi kognitif (cognitive therapy) dalam rangka mengkaji pengelompokan gangguan penyakit ini.

Psikologi kognitif (cognitive psychology) adalah cabang ilmu psikologi yang menyelidiki proses kejiwaan internal, seperti penyelesaian masalah, daya ingatan dan bahasa. Sedangkan psikologi medis (medical psychology) berarti merujuk pada keahlian praktik pengobatan klinik ahli psikologi. Sementara terapi kognitif (cognitive therapy) adalah pendekatan psikoterapi yang bertujuan mempengaruhi gangguan emosi, perilaku dan kesadaran melalui prosedur yang sistematis.

Konsep kesehatan mental dan mental individu, menurut Al-Balkhi, selalu berkaitan dengan kesehatan spiritual. Dia adalah orang yang pertama kali berhasil mengkaji bermacam-macam penyakit yang secara langsung mempunyai keterkaitan antara fisik dan jiwa, seperti yang diulasnya dalam Kitab Masalih al-Abdan Wa’l Anfus (Asupan Badan dan Jiwa). Ia menggunakan istilah Al-Tibb al-Ruhani (pengobatan spiritual) untuk menggambarkan kesehatan jiwa, sedangkan untuk menjelaskan pengobatan mental, digunakannya istilah Tibb al-Qalb (pengobatan kalbu).

Al-Balkhi mengkritik dokter-dokter di zamannya karena selalu memfokuskan perhatian mereka pada penyakit fisik saja dan mengabaikan penyakit mental dan kejiwaan para pasiennya. Dia berargumen bahwa dikarenakan konstruksi manusia terdiri dari jasmani dan rohani, maka keberadaannya tidak bisa dikatakan sehat tanpa adanya keterjalinan (isytibak) antara jiwa dan badan. Dia mengatakan, “Jika badan sakit, jiwa pun akan banyak kehilangan kemampuan kognitifnya dan tidak bisa merasakan kenikmatan hidup. Sebaliknya jika jiwa sakit, badan pun kehilangan keceriaan hidup dan bahkan badannya pun bisa jatuh sakit.”


12. Az-Zahrawi

Abul Qasim Khalaf ibnu al-Abbas az-Zahrawi Adalah salah satu pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Dia lahir di Madinatuz Zahra’ (936–1013 M) dan di Barat ia dikenal dengan nama Abulcasis. Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri atas 30 jilid. 

Az-Zahrawi lahir di Zahra, yang terletak di sekitar Kordoba, Spanyol. Di kalangan bangsa Moor Andalusia, dia dikenal dengan nama “El-Zahrawi”. Az-Zahrawi adalah dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah. Al-Tasrif berisi berbagai topik mengenai kedokteran, termasuk di antaranya tentang gigi dan kelahiran anak.

Buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerardo dari Cremona pada abad ke-12, dan selama lima abad Eropa Pertengahan, buku ini menjadi sumber utama dalam pengetahuan bidang kedokteran di Eropa. Dalam bukunya ini, Az-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodoran, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karyanya. Bidang lain yang menjadi perhatiannya adalah pembedahan dan obat.

Popularitas Az-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran darinya berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Kordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Kordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.

Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Az-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan yang terbaik. Az-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang kepada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.


11. Ibnu Sina



Abu Ali al-Husein ibnu Sina atau lebih dikenal dengan nama Avicenna, yang hidup antara tahun 986-1037 M adalah ilmuwan ensiklopedi, dokter, psikolog, penulis kaidah kedokteran modern (dipakai sebagai referensi ilmu kedokteran barat), menulis buku tentang fungsi organ tubuh, meneliti penyakit TBC, Diabetes dan penyakit yang ditimbulkan oleh efek pikiran. 

Ia merupakan seorang ilmuwan muslim dan filosof besar pada waktu itu, sehingga kepadanya diberikan julukan Syekh Al-Rais. Keistimewaannya antara lain adalah: Pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an, kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu, bidang keahliannya adalah ilmu kedokteran, ilmu fisika, geologi, mineralogi, filsafat, matematika, dan astronomi.


10. Al-Jahiz



Al-Jahiz (wafat pada tahun 869 M) adalah yang pertama kali menulis penelitian tentang ilmu hewan (zoologi). Al-Jahiz lahir di Basra, Irak pada tahun 781 M. Nama aslinya adalah Abu Uthman Amr ibnu Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri. Ia merupakan ilmuwan muslim pertama yang mencetuskan teori evolusi. Pengaruhnya begitu luas di kalangan ahli zoologi muslim dan Barat. Jhon William Draper, ahli biologi Barat yang sezaman dengan Charles Darwin pernah berujar, “Teori evolusi yang dikembangkan umat Islam lebih jauh dari yang seharusnya kita lakukan. Para ahli biologi muslim sampai meneliti berbagai hal tentang anorganik serta mineral.” Al-Jahiz lah ahli biologi muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori evolusi. Ilmuwan dari abad ke-9 itu mengungkapkan dampak lingkungan terhadap kemungkinan seekor binatang untuk tetap bertahan hidup. 

Sejarah peradaban Islam mencatat nama Al-Jahiz sebagai ahli biologi pertama yang mengungkapkan teori berjuang untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk dapat bertahan hidup, papar dia, makhluk hidup harus berjuang, seperti yang pernah dialaminya semasa hidup. 

Beliau dilahirkan dan dibesarkan di keluarga miskin. Meskipun harus berjuang membantu perekonomian keluarga yang morat-marit dengan menjual ikan, ia tidak putus sekolah dan rajin berdiskusi di masjid tentang sains. Beliau bersekolah hingga usia 25 tahun. Di sekolah, Al-Jahiz mempelajari banyak hal, seperti puisi Arab, filsafat Arab, sejarah Arab dan Persia sebelum Islam, serta Al-Qur’an dan hadits. 

Al-Jahiz juga merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Menurutnya, lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik penghuni sebuah komunitas tertentu. Berkat teori-teori yang begitu cemerlang, Al-Jahiz pun dikenal sebagai ahli biologi terbesar yang pernah lahir di dunia Islam. 

Ilmuwan yang amat tersohor di Kota Basra, Irak itu bersama koleganya yaitu Ibnu Al-Muqaffa berhasil menuliskan Kitab Al-Haywan (Buku tentang Binatang). Dimana dalam kitab itu dia menulis tentang kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang. Al-Jahiz pun tercatat sebagai ahli biologi pertama yang mencatat perubahan hidup burung melalui migrasi. Tak hanya itu, pada abad ke-9 M. Al-Jahiz sudah mampu menjelaskan metode memperoleh ammonia dari kotoran binatang melalui penyulingan. 

Sosok dan pemikiran Al-Jahiz pun begitu berpengaruh terhadap ilmuwan Persia, Al-Qazwini, dan ilmuwan Mesir, Al-Damiri. Karirnya sebagai penulis ia awali dengan menulis artikel. Ketika itu Al-Jahiz masih di Basra. Sejak itu, ia terus menulis hingga lebih dari dua ratus buku semasa hidupnya, diantaranya adalah Kitab al-Hayawan of Aristotle. 

Selain Kitab Al-Hayawan, beliau juga menulis Kitab al-Bukhala (Book of Misers or Avarice & the Avaricious), Kitab al-Bayan wa al-Tabyin (The Book of Eloquence and Demonstration), Kitab Moufakharat al-Jawari wal Ghilman (The Book of Dithyramb of Concubines and Ephebes), dan Risalah Mufakharat al-sudan ‘ala al-bidan (Superiority of The Blacks To The Whites). 

Pada tahun 816 M ia pindah ke Baghdad. Al-Jahiz meninggal setelah lima puluh tahun menetap di Baghdad pada tahun 869 M, ketika ia berusia 93 tahun.


9. Abu Bakar bin Zakaria Ar-Razi

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864-930 M. Ar-Razi dikenal luas sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam. 

Ar-Razi lahir di Rayy, Teheran pada tahun 865 M dan wafat pada tahun 925 M. Sejak usia muda ia telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.

Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, Ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar. Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit “alergi asma”, dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. 

Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri. Pada bidang farmasi, Ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. Ar-Razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.


Tuesday, December 22, 2020

8. Ad-Damiri

Abu al-Baqa` Kamaluddin Muhammad bin Musa bin Isa bin Ali (wafat pada tahun 1450) adalah yang pertama mengembangkan sistem taksonomi/klasifikasi khusus ilmu hewan dan buku tentang kehidupan hewan. Dia biasa dipanggil dengan nama Ad-Damiri karena keluarganya berasal dari Desa Damirah, salah satu pedesaan di Mesir. 

Ad-Damiri belajar ilmu bahasa, fiqih, hadits, dan sastra di Universitas Al-Azhar. Dia belajar kepada dosen-dosen senior yang terdapat di universitas tersebut, di antaranya Syaikh Bahauddin as-Subki, Syaikh Jamaluddin al-Isnawi, Al-Kamal Abu al-Fadhl an-Nuwairi, Ibnu al-Mulqin, Al-Bulqini, Burhan al-Qairathi, Al-Baha Aqil, dan lainnya. Ketika dia sudah berhasil meraih gelar ustadz (profesor) dan guru-gurunya mengakui keilmuannya, dia diizinkan untuk mengajar di Universitas Al-Azhar. Dia memberikan pengajian kepada murid-muridnya pada hari Sabtu. Dia juga mengajarkan ilmu hadits di Qubah al-Baibarsiyah. Sedangkan di Madrasah Ibnu al-Baqari yang berada di Bab an-Nashr, dia mengajar pada hari Jumat. Setelah selesai shalat Jumat, dia menyampaikan pengajian di Masjid Azh-Zhahir yang berada di daerah Husein, Mesir.

Nama Ad-Damiri dikenal lewat karyanya yang berjudul Hayat al-Hayawan al-Kubra, sebuah ensiklopedi zoologi. Buku ini adalah buku ilmu hewan terbaik sepanjang masa itu. Di kemudian hari, Hayat al-Hayawan al-Kubra diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam 2 jilid (London, 1906-1908).

Buku Hayat al-Hayawan al-Kubra mulai ditulis oleh Ad-Damiri pada tahun 1271. Pada saat itu, dia masih berumur tidak lebih dari 31 tahun. Ini tentunya merupakan usia yang masih terbilang muda untuk menulis ensiklopedi besar yang dapat mengumpulkan berbagai informasi dari beberapa disiplin ilmu. Ad-Damiri menyebutkan bahwa dia telah mengumpulkan bahan tulisannya dari 560 buku di samping peninjauannya kepada 199 kumpulan syair. Dengan demikian, buku ini merupakan referensi besar yang masih jarang ditulis oleh para ilmuwan dalam bidangnya.


7. Al-Baytar

Abu Bakar Al-Baytar (wafat pada tahun 1340) adalah ilmuwan muslim yang mengarang buku tentang kedokteran hewan yang pertama.


6. Ibnu Abdus Salam

Ibnu Abdus Salam (abad 13) adalah ilmuwan muslim yang merumuskan pertama kali tentang hak-hak perlindungan binatang atau konservasi hewani.


Monday, December 21, 2020

5. Al-Ibadi

Al-Ibadi (wafat pada tahun 873 M) adalah pengarang buku tentang anatomi mata, otak dan syaraf optik, serta berbagai permasalahan pada mata.


3. Ibnu Nafis



Ibnu Nafis atau Al-Din Abu al-Hasan Ali ibnu Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi merupakan orang pertama yang secara akurat mendeskripsikan peredaran darah dalam tubuh manusia pada tahun 1242, walaupun kemudian Harvey (tahun 1628) dianggap sebagai yang pertama kali menemukannya. Penggambaran kontemporer proses ini telah bertahan cukup lama. 

Ibnu Nafis juga merupakan orang pertama yang diketahui telah mendokumentasikan sirkuit paru-paru. Secara besar-besaran karyanya tak tercatat sampai ditemukan di Berlin pada 1924. Dia lahir di Syam tahun 1210 dan meninggal di Kairo, Mesir pada 17 Desember 1288 di usia 78 tahun.

Dia biasa dipanggil dengan Ad-Dimasyqi, karena ia dilahirkan di Syam dan awal masa mudanya ia habiskan di kota Damaskus, sebagaimana dia juga dipanggil dengan Al-Mishri, karena ia telah mengabiskan sebagian besar usianya di kota Kairo dan memiliki ikatan yang kuat dengan Mesir dan penduduknya. Selain itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua), yang diberikan oleh para pengagumnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Ibnu Nafis menempuh pendidikan kedokteran di Medical College Hospital. Gurunya adalah Muhalthab al-Din Abd al-Rahim. Selain itu, ia juga mempelajari hukum Islam. Di kemudian hari, selain sebagai dokter, Ibnu Nafis juga dikenal sebagai pakar hukum Islam bermazhab Syafi’i. Pada tahun 1236, setelah menyelesaikan pendidikannya di bidang kedokteran dan hukum Islam, Ibnu Nafis meninggalkan tanah kelahirannya menuju Kairo, Mesir. Di sana, ia belajar di Rumah Sakit Al-Nassiri. Prestasinya yang gemilang membuat ia kemudian ditunjuk sebagai direktur rumah sakit tersebut.

Sebagai seorang dokter, Ibnu Nafis tidak pernah merasa puas dengan ilmu kedokteran yang dimilikinya. Ia terus memperkaya pengetahuannya melalui berbagai observasi. Hal inilah yang membuat namanya terkenal. Ia adalah dokter pertama yang mampu menerangkan secara tepat tentang paru-paru dan memberikan gambaran mengenai saluran pernapasan, juga interaksi antara saluran udara dengan darah dalam tubuh manusia. Ibnu Nafis dikenal sebagai seorang dokter muslim yang mempunyai pendapat dan pemikiran yang masih murni, terbebas dari berbagai pengaruh Barat.

Dalam studinya, Ibnu Nafis menggunakan beberapa metode, yaitu observasi, survei, dan percobaan. Ia mempelajari ilmu kedokteran melalui pengamatan terhadap sejumlah gejala dan unsur yang mempengaruhi tubuh. Menurut Ibnu Nafis, selain melakukan pengobatan, memeriksa unsur-unsur penyebab munculnya penyakit juga perlu. Selain itu, ia juga memaparkan mengenai fungsi pembuluh arteri dalam jantung sebagai pemasok darah bagi otot jantung (Cardiac Musculature). Penemuannya mengenai peredaran darah di paru-paru ini merupakan penemuan yang menarik. Sehubungan dengan hal itu, Ibnu Nafis dianggap telah memberikan pengaruh besar bagi perkembangan ilmu kedokteran Eropa pada abad XVI. Lewat penemuannya tersebut, para ilmuwan menganggapnya sebagai tokoh pertama dalam ilmu sirkulasi darah.


2. Al-Razi

Al-Razi adalah sang pengarang dari kitab Sirr al-Asrar (Rahasianya Rahasia) yang mengulas tentang penyulingan minyak mentah, pembuatan ekstrak parfum/minyak wangi (sekarang Perancis yang terkenal), ekstrak tanaman untuk keperluan obat, pembuatan sabun, kaca warna-warni, keramik, tinta, bahan celup kain, ekstrak minyak dan lemak, zat warna, bahan-bahan dari kulit, ia juga mengembangkan penelitian tentang penyakit wanita dan kebidanan, penyakit keturunan, penyakit mata, penyakit campak dan cacar.


1. Ibnu Bajjah



Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh. Ia merupakan filsuf dan dokter muslim Andalusia yang dikenal di Barat dengan nama latinnya, Avempace. Ibnu Bajjah lahir di Saragossa di tempat yang kini bernama Spanyol dan meninggal di Fez pada 1138 M. Ibnu Bajjah berasal dari keluarga At-Tujib, karenanya ia juga dikenal sebagai At-Tujibi. 

Meskipun kehidupannya tidak diketahui secara pasti, begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengajarnya, ia adalah seorang sarjana bahasa dan sastra Arab yang ulung serta menguasai dua belas macam ilmu pengetahuan ketika ia berada ke Granada.

Pemikiran Ibnu Bajjah memiliki pengaruh yang jelas pada Ibnu Rushdi dan The Great Albert. Kebanyakan buku dan tulisannya tidak lengkap (atau teratur baik) karena kematiannya yang cepat. Ia memiliki pengetahuan yang luas pada kedokteran, matematika, dan astronomi. Sumbangan utamanya pada filsafat Islam ialah gagasannya pada Fenomenologi Jiwa, namun sayangnya tak lengkap. Ekspresi yang dicintainya ialah Gharib dan Motivahhed ekspresi yang diakui dan terkenal dari Gnostik Islam. Ia juga menulis Risalah al-Wada’, risalah ini membahas Penggerak Pertama (Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.


Sunday, December 20, 2020

12. Al-Karaji




Abu Bakar bin Muhammad bin al-Husain al-Karaji atau yang lebih dikenal dengan Al-Karaji (953-1029 M) merupakan seorang matematikawan, insinyur dan ahli hidrologi dari Persia. Ilmuwan muslim yang hidup pada abad ke-10 ini memiliki beberapa karya yang terkenal, diantaranya adalah Al-Badi’ fi’l-Hisab (Perhitungan yang Indah), Al-Fakhri fi’l-Jabr Wa’l-Muqabala (Aljabar yang Agung), dan Al-Kafi fi’l-Hisab (Perhitungan yang Memadai).

Al-Karaji juga dikenal dunia sebagai Al-Karkhi. Selain sebagai matematikawan ia dikenal juga sebagai ahli hidrologi. Hidrologi merupakan cabang ilmu bumi yang mempelajari pergerakan, distribusi, dan kualitas air di seluruh bumi, termasuk siklus hidrologi dan sumber daya air. Al-Karaji berjasa dalam mengembangkan studi hidrologi di dunia Islam. Lewat bukunya Kitab Inbat al-Miyah al-Khafiya, ia mengkaji dan menyumbangkan pemikirannya dalam ilmu ekstraksi air di bawah tanah. Berkat kehebatannya, ia bahkan mendapat julukan sebagai pelopor mesin tenaga air.

Sejarah sains modern memandang Al-Karaji sebagai ahli matematika berkaliber tertinggi. Karyanya yang kekal pada bidang matematika masih diakui hingga hari ini, yakni mengenai kanonik tebel koefisien binomium (dalam pembentukan hukum dan perluasan bentuk).

Al-Karaji dianggap sebagai ahli matematika terkemuka dan sebagai orang pertama yang membebaskan aljabar dari operasi geometris yang merupakan produk aritmatika Yunani dan menggantinya dengan jenis operasi yang merupakan inti dari aljabar pada saat ini.

Karyanya pada aljabar dan polinomial memberikan aturan pada operasi aritmatika untuk memanipulasi polinomial. Dalam karya pertamanya di Perancis, matematikawan Franz Woepcke memuji Al-Karaji sebagai ahli matematika pertama di dunia yang memperkenalkan teori aljabar kalkulus.

Al-Karaji menginvestasikan koefisien binomium segitiga Pascal. Dia juga yang pertama menggunakan metode pembuktian dengan induksi matematika untuk membuktikan hasilnya, ia berhasil membuktikan kebenaran rumus jumlah integral kubus, yang sangat penting hasilnya dalam integral kalkulus.

J.J O’Connor dan E.F Robertson dalam bukunya pernah mengatakan bahwa karya Al-Karaji memegang tempat penting dalam sejarah matematika. Ia banyak terpengaruh dan terinspirasi karya-karya aritmatika Diophantus, dalam konsepsi aljabar.

Dedikasinya yang tinggi dalam bidang matematika dan hidrologi membuatnya banyak menghasilkan karya yang monumental. Selain Kitab Inbat al-Miyah al-Khafiya, ia juga menulis sederet karya lainnya. Sayangnya beberapa karyanya yang penting itu telah hilang.


11. Ibnu Turk



‘Abd al-Hamid ibnu Turk (wafat pada tahun 830 M), yang juga dikenal sebagai ‘Abd al-Hamid ibnu Wase ibnu Turk Jili, adalah seorang matematikawan muslim dari Turki pada abad ke-9. Tidak banyak yang diketahui tentangnya. Dua catatan mengenai dirinya yang ditulis oleh Ibnu Nadim dan lainnya ditulis oleh Al-Qifti, ternyata tidak identik. Namun pada tulisan Al-Qifi menyebutkan bahwa namanya ‘Abd al-Hamid ibnu Wase ibnu Turk Jili. Jili artinya dari Gilan. 

Ibnu Turk menulis sebuah karya yang membahas tentang aljabar namun hanya satu bab, dan dinamakan “Logical Necessities in Mixed Equations”, yaitu tentang pemecahan persamaan kuadrat. Ia menulis sebuah manuskrip berjudul “Logical Necessities in Mixed Equations”, yang mirip dengan Al-Jabr yang ditulis oleh Al-Khwarzimi, yang diterbitkan secara hampir bersamaan waktunya, atau bahkan mungkin lebih awal dari pada Al-Jabr. Manuskrip tersebut memberikan gambaran geometris yang persis sama dengan yang ditemukan di dalam Al-Jabr, dan contoh kasus yang juga persis sama dengan yang ditemukan di dalam Al-Jabr, yang bahkan juga memberikan bukti-bukti geometris yang sama bahwa jika diskriminannya negatif maka persamaan kuadratnya adalah nol. Kemiripan antara kedua buah karya tersebut membuat para sejarawan berkesimpulan bahwa ilmu aljabar mungkin telah ada dan berkembang pada masa Al-Khwarizmi dan 'Abd al-Hamid.


Wednesday, December 16, 2020

10. Al-Sijzi



Nama lengkapnya adalah Abu Sa'id Ahmed ibnu Mohammed ibnu Abd Jalil Sijzi. Sijzi adalah singkatan dari Sijistani. Dia adalah seorang astronom dan matematikawan berkebangsaan Persia dari Sistan, sebuah wilayah yang terletak di barat daya Afghanistan. Al-Sijzi lahir sekitar tahun 945 M, dan wafat pada tahun 1020 M. Fokus pengetahuannya adalah astronomi. Ia memiliki pengetahuan sangat luas yang didapatkannya dari berbagai literatur. Semasa hidupnya, ia bekerja untuk 'Adud al-Daula dan pangeran Balkh. Ia juga bekerja di Shiraz, melakukan pengamatan astronomik dari tahun 969 M hingga 970 M. Al-Sijzi juga banyak menghasilkan karya-karya di bidang geometri.

Al-Biruni pernah menyatakan bahwa Al-Sijzi menemukan sebuah alat astronomik yang dinamakan “Zuraqi”, yang desainnya didasarkan pada ide bahwa bumi berputar: “Saya pernah melihat alat astronomik yang dinamakan Zuraqi yang diciptakan oleh Abu Sa'id Sijzi. Saya sangat menyukainya dan memuji karyanya, dimana alat tersebut memberikan gambaran baru tentang ide bahwa bumi itu berputar dan bukannya langit yang berputar.”

Al-Sijzi juga seorang matematikawan yang khusus mempelajari titik potong dari kerucut dan lingkaran. Ia menggantikan triseksi kinematikal lama dari suatu sudut dengan menggunakan sebuah pemecahan geometris (titik potong dari sebuah lingkaran dan sebuah hiperbola ekilateral).


9. Abu Nashr Mansur


Abu Nashr Mansur bin Ali (sekitar 970–1036 M) merupakan matematikawan dari Khwarazm. Ia banyak dikenal untuk penemuannya tentang hukum sinus. Abu Nashr Mansur dilahirkan di Khwarazm dari keluarga yang menguasai daerah itu. Ia kemudian menjadi pangeran dalam iklim politik. Ia merupakan guru Al-Biruni dan juga kolega penting para matematikawan. Bersama mereka ia menorehkan karya penemuan besar dalam matematika dan mendedikasikan karyanya pada orang lain. 

Kebanyakan karya Abu Nashr berfokus pada matematika, namun ada juga beberapa karyanya di bidang astronomi. Dalam matematika, ia memiliki banyak tulisan penting pada trigonometri, yang dikembangkan dari tulisan Ptolomeus. Ia juga memelihara karya Menelaus dari Alexandria dan mengerjakan kembali banyak teorema Yunani. Ia meninggal di daerah yang kini disebut Afghanistan, dekat Kota Ghazna.


8. Al-Misri


Ahmad ibnu Yusuf al-Misri (835-912 M) adalah seorang matematikawan, putra dari Yusuf ibnu Ibrahim yang juga seorang matematikawan. Ahmad ibnu Yusuf al-Misri lahir di Baghdad, Irak dan kemudian pindah bersama ayahnya ke Damaskus pada tahun 839 M. Kemudian ia pindah lagi ke Kairo, dan dari sinilah namanya mendapat tambahan al-Misri (dari Mesir).


3. Al-Farazi

Al-Farazi (wafat pada tahun 790 M) adalah perintis alat astrolab planisferis yaitu mesin hitung analog pertama, sebagai alat bantu astronomi...