Wednesday, January 6, 2021

3. Al-Farazi



Al-Farazi (wafat pada tahun 790 M) adalah perintis alat astrolab planisferis yaitu mesin hitung analog pertama, sebagai alat bantu astronomi menghitung waktu terbit dan tenggelam serta titik kulminasi matahari dan bintang serta benda langit lainnya pada waktu tertentu. 

Monday, January 4, 2021

2. Al-Farghani


Abu al-Abbas Ahmad ibnu Muhammad ibnu Kathir al-Farghani atau Al-Farghani atau yang dikenal di Barat dengan nama Alfraganus (wafat pada tahun 870 M) adalah ilmuwan muslim yang mengarang buku tentang pergerakkan benda-benda langit dan ilmu astronomi yang ilmunya kemudian dipakai oleh Dante beratus tahun kemudian. Bukunya yang berjudul Kitab fi Jawami Ilm al-Nujum (A Compendium of the Science of the Stars) ditulis pada tahun 833 M diterjemahkan ke bahasa Latin pada abad ke-12 dan sangat terkenal di Eropa. Di abad ke-15, Christopher Columbus menggunakan buku ini sebagai panduan dalam perjalanannya menemukan Amerika. 


1. Tsabit bin Qurrah



Abu’l Hasan Tsabit bin Qurra’ bin Marwan al-Sabi al-Harrani, (826-901 M) adalah seorang astronom dan matematikawan dari Arab, dan dikenal pula sebagai Thebit dalam bahasa Latin. Tsabit lahir di kota Harran, Turki. Ia menempuh pendidikan di Baitul Hikmah di Baghdad atas ajakan Muhammad ibnu Musa ibnu Shakir. Tsabit menerjemahkan buku Euclid yang berjudul Elements dan buku Ptolemy yang berjudul Geograpia. 


Monday, December 28, 2020

13. Al-Balkhi



Abu Zaid Ahmad ibnu Sahl al-Balkhi atau yang lebih dikenal dengan Al-Balkhi adalah ilmuwan muslim Persia yang menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti matematika, geografi, psikologi dan kedokteran. Ia dilahirkan di tahun 850 M di Shamistiyan, di Provinsi Balkh, Khorasan (saat ini Afghanistan) dan meninggal pada tahun 935 M. Ia merupakan murid Al-Kindi.

Dalam Kitab Al-Fihrist, Ibnu Nadim menyebutkan bahwa Al-Balkhi memiliki 41 karya dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantaranya bidang ’Ulum Al-Qur’an, kalam, matematika, kedokteran, psikologi, perbandingan agama, politik, sejarah, linguistik, astronomi, sastra dan filsafat. Namun dari semua karyanya yang masih tersisa adalah Kitab Suwar al-Aqalim di bidang geografi dan Kitab Masalih al-Abdan Wa’l Anfus di bidang psikologi.

Al-Balkhi adalah intelektual muslim yang memperkenalkan psikologi Islam dan neuroscience, yakni cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan anatomi, fisiologi, biokimia, atau biologi molekul jaringan saraf, khususnya yang berkaitan langsung dengan perilaku pengetahuan.

Di samping itu, ia juga terkenal sebagai tokoh yang pertama kali menemukan psikologi kognitif dan medis (cognitive and medical psychology). Dialah orang yang pertama kali membedakan antara sakit saraf (neurosis) dan sakit jiwa (psychosis), serta orang yang pertama kali mengklasifikasikan gangguan saraf (neurotic disorders) dan perintis terapi kognitif (cognitive therapy) dalam rangka mengkaji pengelompokan gangguan penyakit ini.

Psikologi kognitif (cognitive psychology) adalah cabang ilmu psikologi yang menyelidiki proses kejiwaan internal, seperti penyelesaian masalah, daya ingatan dan bahasa. Sedangkan psikologi medis (medical psychology) berarti merujuk pada keahlian praktik pengobatan klinik ahli psikologi. Sementara terapi kognitif (cognitive therapy) adalah pendekatan psikoterapi yang bertujuan mempengaruhi gangguan emosi, perilaku dan kesadaran melalui prosedur yang sistematis.

Konsep kesehatan mental dan mental individu, menurut Al-Balkhi, selalu berkaitan dengan kesehatan spiritual. Dia adalah orang yang pertama kali berhasil mengkaji bermacam-macam penyakit yang secara langsung mempunyai keterkaitan antara fisik dan jiwa, seperti yang diulasnya dalam Kitab Masalih al-Abdan Wa’l Anfus (Asupan Badan dan Jiwa). Ia menggunakan istilah Al-Tibb al-Ruhani (pengobatan spiritual) untuk menggambarkan kesehatan jiwa, sedangkan untuk menjelaskan pengobatan mental, digunakannya istilah Tibb al-Qalb (pengobatan kalbu).

Al-Balkhi mengkritik dokter-dokter di zamannya karena selalu memfokuskan perhatian mereka pada penyakit fisik saja dan mengabaikan penyakit mental dan kejiwaan para pasiennya. Dia berargumen bahwa dikarenakan konstruksi manusia terdiri dari jasmani dan rohani, maka keberadaannya tidak bisa dikatakan sehat tanpa adanya keterjalinan (isytibak) antara jiwa dan badan. Dia mengatakan, “Jika badan sakit, jiwa pun akan banyak kehilangan kemampuan kognitifnya dan tidak bisa merasakan kenikmatan hidup. Sebaliknya jika jiwa sakit, badan pun kehilangan keceriaan hidup dan bahkan badannya pun bisa jatuh sakit.”


12. Az-Zahrawi

Abul Qasim Khalaf ibnu al-Abbas az-Zahrawi Adalah salah satu pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Dia lahir di Madinatuz Zahra’ (936–1013 M) dan di Barat ia dikenal dengan nama Abulcasis. Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri atas 30 jilid. 

Az-Zahrawi lahir di Zahra, yang terletak di sekitar Kordoba, Spanyol. Di kalangan bangsa Moor Andalusia, dia dikenal dengan nama “El-Zahrawi”. Az-Zahrawi adalah dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah. Al-Tasrif berisi berbagai topik mengenai kedokteran, termasuk di antaranya tentang gigi dan kelahiran anak.

Buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerardo dari Cremona pada abad ke-12, dan selama lima abad Eropa Pertengahan, buku ini menjadi sumber utama dalam pengetahuan bidang kedokteran di Eropa. Dalam bukunya ini, Az-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodoran, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karyanya. Bidang lain yang menjadi perhatiannya adalah pembedahan dan obat.

Popularitas Az-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran darinya berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Kordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Kordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.

Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Az-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan yang terbaik. Az-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang kepada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.


11. Ibnu Sina



Abu Ali al-Husein ibnu Sina atau lebih dikenal dengan nama Avicenna, yang hidup antara tahun 986-1037 M adalah ilmuwan ensiklopedi, dokter, psikolog, penulis kaidah kedokteran modern (dipakai sebagai referensi ilmu kedokteran barat), menulis buku tentang fungsi organ tubuh, meneliti penyakit TBC, Diabetes dan penyakit yang ditimbulkan oleh efek pikiran. 

Ia merupakan seorang ilmuwan muslim dan filosof besar pada waktu itu, sehingga kepadanya diberikan julukan Syekh Al-Rais. Keistimewaannya antara lain adalah: Pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an, kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu, bidang keahliannya adalah ilmu kedokteran, ilmu fisika, geologi, mineralogi, filsafat, matematika, dan astronomi.


10. Al-Jahiz



Al-Jahiz (wafat pada tahun 869 M) adalah yang pertama kali menulis penelitian tentang ilmu hewan (zoologi). Al-Jahiz lahir di Basra, Irak pada tahun 781 M. Nama aslinya adalah Abu Uthman Amr ibnu Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri. Ia merupakan ilmuwan muslim pertama yang mencetuskan teori evolusi. Pengaruhnya begitu luas di kalangan ahli zoologi muslim dan Barat. Jhon William Draper, ahli biologi Barat yang sezaman dengan Charles Darwin pernah berujar, “Teori evolusi yang dikembangkan umat Islam lebih jauh dari yang seharusnya kita lakukan. Para ahli biologi muslim sampai meneliti berbagai hal tentang anorganik serta mineral.” Al-Jahiz lah ahli biologi muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori evolusi. Ilmuwan dari abad ke-9 itu mengungkapkan dampak lingkungan terhadap kemungkinan seekor binatang untuk tetap bertahan hidup. 

Sejarah peradaban Islam mencatat nama Al-Jahiz sebagai ahli biologi pertama yang mengungkapkan teori berjuang untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk dapat bertahan hidup, papar dia, makhluk hidup harus berjuang, seperti yang pernah dialaminya semasa hidup. 

Beliau dilahirkan dan dibesarkan di keluarga miskin. Meskipun harus berjuang membantu perekonomian keluarga yang morat-marit dengan menjual ikan, ia tidak putus sekolah dan rajin berdiskusi di masjid tentang sains. Beliau bersekolah hingga usia 25 tahun. Di sekolah, Al-Jahiz mempelajari banyak hal, seperti puisi Arab, filsafat Arab, sejarah Arab dan Persia sebelum Islam, serta Al-Qur’an dan hadits. 

Al-Jahiz juga merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Menurutnya, lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik penghuni sebuah komunitas tertentu. Berkat teori-teori yang begitu cemerlang, Al-Jahiz pun dikenal sebagai ahli biologi terbesar yang pernah lahir di dunia Islam. 

Ilmuwan yang amat tersohor di Kota Basra, Irak itu bersama koleganya yaitu Ibnu Al-Muqaffa berhasil menuliskan Kitab Al-Haywan (Buku tentang Binatang). Dimana dalam kitab itu dia menulis tentang kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang. Al-Jahiz pun tercatat sebagai ahli biologi pertama yang mencatat perubahan hidup burung melalui migrasi. Tak hanya itu, pada abad ke-9 M. Al-Jahiz sudah mampu menjelaskan metode memperoleh ammonia dari kotoran binatang melalui penyulingan. 

Sosok dan pemikiran Al-Jahiz pun begitu berpengaruh terhadap ilmuwan Persia, Al-Qazwini, dan ilmuwan Mesir, Al-Damiri. Karirnya sebagai penulis ia awali dengan menulis artikel. Ketika itu Al-Jahiz masih di Basra. Sejak itu, ia terus menulis hingga lebih dari dua ratus buku semasa hidupnya, diantaranya adalah Kitab al-Hayawan of Aristotle. 

Selain Kitab Al-Hayawan, beliau juga menulis Kitab al-Bukhala (Book of Misers or Avarice & the Avaricious), Kitab al-Bayan wa al-Tabyin (The Book of Eloquence and Demonstration), Kitab Moufakharat al-Jawari wal Ghilman (The Book of Dithyramb of Concubines and Ephebes), dan Risalah Mufakharat al-sudan ‘ala al-bidan (Superiority of The Blacks To The Whites). 

Pada tahun 816 M ia pindah ke Baghdad. Al-Jahiz meninggal setelah lima puluh tahun menetap di Baghdad pada tahun 869 M, ketika ia berusia 93 tahun.


3. Al-Farazi

Al-Farazi (wafat pada tahun 790 M) adalah perintis alat astrolab planisferis yaitu mesin hitung analog pertama, sebagai alat bantu astronomi...